Jam Pembelajaran PJOK Dipecah Boleh tidak? Ini dia Jawabannya
Table of Contents
Pembelajaran PJOK adalah salah satu pembelajaran yang mana merupakan pembelajaran yang sangat digemari dan dinanti-nantikan oleh para peserta didik pada umumnya. Bagaimana tidak? Pada pembelajaran ini peserta didik akan dihadapkan pada situasi dan lingkungan yang berbeda. Dimana biasanya berada di kelas ataupun ruangan, kini mereka bisa mengekspresikan dirinya dalam beraneka gerakan di lapangan. Melihat kondisi demikian sebagai guru PJOK tentu tidak boleh melewatkan kesempatan untuk bergembira ria dalam aneka gerak di lapangan yaitu saat pembelajaran Penjas.
Pembelajaran PJOK (Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan) memiliki durasi yang bisa dibilang lumayan. Pada Jenjang Sekolah Dasar (SD) setiap jenjang kelas memperoleh kuota ataupun jatah sebanyak 4 jam pelajaran Baik Sekolah yang menggunakan Kurikulum 2013, Ataupun KTSP 2006. Pada Jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) mendapatkan jatah 3 Jam Pembelajaran untuk Kurikulum 2013 dan 2 Jam Pelajaran pada KTSP 2006. Dan pada jenjang Menengah atas baik SMA maupun SMK pun akan memperoleh 3 Jam pembelajaran untuk Kurikulum 2013 dan 2 Jam Pembelajaran untuk Kurikulum KTSP 2006.
Gambar : ilustrasi Jam Pelajaran PJOK
Bila dilihat dari segi durasi perjam pembelajaran tentunya setiap jenjang memiliki durasi yang berbeda-beda. Mulai dari Jenjang SD yaitu 35 menit per jam pembelajaran, SMP selama 40 Menit setiap Jam Pembelajaran, dan pada SMA/SMK setiap satu jam pembelajaran berdurasi 45 menit. Namun demikian waktu tersebut akan terasa sangat singkat bilaman kita sudah mulai masuk pada zona keseruan dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Kini muncul maslalah baru yang mana setiap tatap muka pembelajaran PJOK tiap minggu sesuai uraian diatas tadi, yaitu SD 4 JP, SMP 3JP,dan SMA/SMK 3JP apakah Boleh dipecah setiap jam tatap muka? Misalnya 3 Jam Pembelajaran praktek dilapangan, kemudian 1 Jam pembelajaran teori dalam kelas (SD). Atau contoh lain yaitu 2 Jam pembelajaran dilaksanakan dihari senin dan sisanya dilaksanakan di hari lain, Rabu misalnya. Bagaimana pendapat anda sekalian? Mari simak ulasan khususnya untuk Kurikulum 2013 berikut ini.
Kurikulum 2013 memiliki sebuah pendekatan pembelajaran yang mana mengharuskan sebuah pembelajaran itu tersistem dan terorganisir dengan baik. Ada berbagai macam pendekatan pembelajaran pada Kurikulum 2013 yang bisa digunakan, namun coba kita tengok salah satu pendekatan yang sedang populer di era 13 ini sendiri yaitu Pendekatan saintifik atau Scientific Approach. Pendekatan pembelajaran ini seperti apa? Tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita kan, Sekarang saja sudah tahun 2019. Bila di hitung maka sudah selisih tahun. Tidak terasa bukan?
Pendekatan saintifik (scientific approach) kurang lebih memiliki lima tahapan, mulai dari mengamati, menanya, mengeksplorasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan. Lima tahapan tersebut harus dilaksanakan secara runtut dan tersistematis yaitu mengena dari tahapan awal hingga tahapan akhir.
Melihat uraian diatas, maka mari kita mengasosiasikan, menghubungkan teori diatas dengan kasus atau polemik yang sudah dijabarkan diatas. Kita ambil contoh pada saat pembelajaran materi Bola besar yaitu sepak bola. Contoh kasusnya yaitu di jenjang SD yang mana 4 JP ini dipecah 2 JP per tatap muka. Jadi satu minggu ada 2 tatap muka, katakan hari senin dan hari rabu. Pada hari Senin dengan hanya durasi 2 JP, kalau kita total yaitu selama 70 menit. Terpotong ganti pakaian, dan pemgkondisian, dan lain-lain kurang lebih 15 menit. Jadi tersisa waktu 55 menit alias hanya satu jam saja. Kemudian kita akan terapkan pendekatan saintifik tadi. Misalnya kita menggunakan media pembelajaran video pada saat mengamati. Katakanlah waktu mengamati itu 20 menit. Kemudian setelah anak didik kita mengamati video tersebut berikutnya adalah tahapan menanya. Kita berikan ruang seluas-luasnya pada anak didik kita untuk bertanya. Kita beri waktu 20 menit (Biasanya ini melebar melebihi kuota waktu yg disediakan lho) dengan demikian mengamati dan menanya sudah menyita waktu 40 menit, berarti tersisa 15 menit. Padahal tahapan mengeksplorasi atau mencoba belum terlaksana, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan pun juga belum. Sangat tidak ideal bilamana kita tempatkan tahapan mengeksplorasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan tadi di pertemuan berikutnya (2 JP berikutnya di minggu yang sama). Alasannya yaitu bisa kita simpulkan sendiri. Mungkin anak didik kita sudah lupa kemarin mengamati video apa, caranya atau Teknik-tekniknya bagaimana, dan yang terpenting lagi video yang kita siapkan merupakan salah satu media untuk menggugah semnangat anak didik kita dalam praktik di lapangan. Namun bila kasus seperti di atas, anak didik kita lupa, atau bahkan bisa kurang bergairah dalam melaksanakan pembelajaran.
Contoh kasus berikutnya ada yang menerapkan semisal pada jenjang SMA, yang mana dipecah 1 Jam untuk teori, dan sisanya praktek. Namun dilaksanakan dihari lain atau dengan kata lain terpisah. Secara jelas bisa kita simpulkan dan bisa kita pertanyakan, kemudian saintifiknya dimana? Nah, pradigma demikian mari kita hilangkan secara perlahan. Tidak ada kata atau istilah Pembelajaran PJOK 1 Jam atau sekian jam dikelas. Yang ada adalah kita arahkan anak didik kita untuk menuju sebuah tempat, bisa aula, ruangan, bawah pohon, dan lain sebagainya untuk melaksanakan tahapan mengamati. Nah di tempat-tempat situlah kita bisa mengaplikasikan tahapan mengamati, bahkan bisa diamambung langsung dengan tahapan menanya. Alangkah baiknya lagi bila tempat yamg kita pilih tadi itu berdekatan dengan lapangan tempat dimana anak didik kita akan praktek atau mengeksplorasi gerakan pada materi yang diajarkan tersebut.
Penjelasan diatas merupakan salah satu pembahasan terkait polemik yang diangkat pada artikel ini. Dan tentunya Bapak/Ibu guru sekalian bisa menyimpulkan jawabannya sendiri bukan? Nah, betul memang Idealnya Jam pembelajaran PJOK pada jenjang SD, SMP, atau bahkan SMA/SMK Tidak boleh dipecah, atau dipisah mengingat alasan pada kasus yang telah diuraikan diatas (scientific approach). Dan terpenting lagi yaitu tidak ada istilah PJOK di kelas.
Disini pula kami mengajak, bilamana masih ada sekolah bapak/ibu guru masih menerapkan pola yang kurang ideal tersebut (dipecah JP nya). Mari segera berbenah demi kesuksesan Proses KBM kita dan demi terwujudnya pembelajaran yang saintifik itu sendiri.
Ada beberapa penyebab yang mana sebuah sekolah masuk kedalam pola yang salah. Mudah-mudahan tulisan ini bisa meluruskan pradigma yang kurang pas. Demi kemajuan pendidikan, dan para peserta didik kita.
Demikianlah ulasan dan jawaban terkait polemik ataupun permasalahan yang berkaitan dengan jam pembelajaran PJOK. semoga bermanfaat. Bila ada tambahan, kritik, dan masukan silakan dimuat di kolom komentar atau hubungi kontak kami. Salam Hangat, Salam PJOK
Post a Comment